ARS's Info.

(Information: Tourism, Family, Lifestyle, Entertainment, Healt, etc.)

Verjaardag Ratu di Pasar Gambir

Salah satu stand di Pasar Gambir (kini Monas) pada tahun 1930-an. Tampak sejumlah meneer dan noni Belanda tengah menikmati acara santai sambil minum kopi atau teh di stand tersebut. Mereka menggunakan baju dan celana putih serta prianya menggunakan topi. Pasar Gambir yang terbuka untuk minum baik siang maupun malam digemari oleh warga Belanda di Batavia. Pasar Gambir diadakan tiap bulan Agustus untuk memperingati Verjaardag (hari ulang tahun) Ratu Wilhelmina yang dilahirkan 31 Agustus 1889. Di samping Pasar Gambir pada 31 Agustus selalu diadakan pesta meriah bukan hanya di Batavia, tapi juga di berbagai kota dan tempat.

Belanda memang selalu memberikan penghargaan tinggi terhadapat raja atau ratunya. Di Indonesia yang menjadi negeri jajahannya, banyak nama jalan, lapangan dan tempat rekreasi dengan nama demikian. Seperti Wilhelmina Park yang kini menjadi Masjid Istiqlal merupakan taman dan tempat rekreasi yang banyak didatangi warga Jakarta hingga 1950-an. Ketika Juliana, puteri Wilhelmina, kawin dengan Pangeran Bernard maka jembatan Kota Intan dinamakan jembatan Juliana-Bernard.

Kini di Jakarta berlangsung Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang sudah berlangsung selama 42 tahun sejak masa gubernur Ali Sadikin (1968). Sebelum dipindah ke Kemayoran, letaknya di Koningsplein (Lapangan Raja) . Masyarakat menyebutnya Lapangan Gambir (kini Monas). Di lapangan inilah berlangsung Pasar Gambir yang membuat Bang Ali meneruskan keramaian Pasar Gambir yang terhenti sejak Perang Dunia ke-2 pada tahun 1942.

Di Pasar Gambir tempo doeloe di samping memamerkan kerajinan rakyat terdapat ratusan kios dan stand diisi oleh para pedagang yang menjual berbagai jenis produk. Seperti juga PRJ, Pasar Gambir melakukan transaksi perdagangan yang diikuti oleh perusahaan dan industri kala itu. Jajanan utama adalah kerak telor untuk oleh-oleh sebagai bukti datang ke Pasar Gambir. Ciri khas Pasar Gambir diadakan konkurs atau lomba. Termasuk tinju dan gulat dengan mendatangkan petinju dan pegulat dari luar negeri. Kala itu, dangdut dan lagu pop belum banyak dikenal. Hiburan yang paling disenangi adalah keroncong, apalagi Keroncong Kemayoran yang dibawakan oleh para Indo Kemayoran. Bintang keroncong kala itu adalah Bram Aceh, Miss Ribut, Miss Rukiah. Miss Rukiah adalah artis terkenal kala itu, dan merupakan ibu dari almarhum penyanyi Rachmat Kartolo. Di samping Miss Anie Landauw, penyanyi tunanetra yang kesohor.

Di panggung kayu, penyanyi ini tarik suara : Dari mana datangnya lintah. Dari sawah turun ke kali. Dari mana datangnya cinta. Dari mata terus ke hati. ”Betul ..betul …” teriak penonton melampiaskan mereka punya kagoembiraan . Ada juga yang bersuit-suit. Maklum kala itu penyanyi keroncong menjadi pujaan. Kini keroncong kurang peminatnya yang membuat Gesang berwasiat agar orkes yang sudah berusia lebih tiga ratus tahun tersebut dilestarikan.

Ketika pecah Perang Pasifik, Pasar Gambir tamar riwayatnya. Baru ketika Ali jadi gubernur dia teringat untuk menghidupkan kembali. Karena mendengar cerita dari kakak-kakakya tentang keramaian ini. Sebelumnya, setelah G30S pernah diadakan Festival Pasar Baru dari depan Bioskop Capitol (kini pertokoan) hingga muka gerbang pertokoan Pasar Baru. Kemudian diadakan pula pasar malam di Gedung Pola (kini Gedung Perintis Kemerdekaan) di bekas kediaman Bung Karno dan revolusi dikumandangkan di Jl Proklamasi 57, Jakarta Pusat. Maklum ketika itu masyarakat butuh hiburan setelah disibukkan oleh soal-soal politik ganyang-mengganyang.

Oleh Alwi Shahab, wartawan Republika

21 Juni 2010 - Posted by | Nostalgia Jakarta |

1 Komentar »

  1. pasar gambir itu usianya dah tua juga ya bro…

    Komentar oleh julianusginting | 21 Juni 2010 | Balas


Tinggalkan komentar