ARS's Info.

(Information: Tourism, Family, Lifestyle, Entertainment, Healt, etc.)

Belanda di Tanjung Priok

Kisah Belanda di Tanjung Priok

Ketika pemerintah kolonial Belanda hendak membangun pelabuhan baru menggantikan Sunda Kalapa, selama beberapa tahun diadakan survei di beberapa tempat di Batavia. Mula-mula pelabuhan akan dibangun di kawasan Ancol yang kala itu sudah berdiri vila-vila mewah. Tapi, Ancol ketika itu mulai ditinggalkan penduduk yang kebanyakan warga Eropa (Belanda) karena sarang penyakit, terutama malaria. Akhirnya, tim survei menemukan tempat dataran yang menjorok ke laut: Tanjung Priok.
Jaraknya sekitar tujuh km dari Sunda Kalapa. Adolf Heyken yang banyak menulis sejarah Jakarta di kediamannya menyatakan kemarin, ketika dipilih sebagai lokasi pelabuhan, berdasarkan peta Batavia abad ke-18, tempat ini sudah bernama Tanjung Priok. Kalau tanjung berarti tanah yang menonjol ke laut, sedangkan nama ‘priok’ tidak diketahui asal-muasalnya, Tapi yang jelas, desa kecil ini sudah berpenghuni dan mereka mendiami rumah-rumah sederhana beratapkan rumbia. Sebagian besar penduduknya nelayan.
Sedangkan menurut sejarawan Betawi, Ridwan Saudi, Kali Tirem di Tanjung Priok pada abad ke-2 merupakan pusat perdagangan priok. Alat untuk memasak, dan juga tempat menyimpan air. Priok ini dibuat di Leuwiliang, Bogor, yang jaraknya cukup jauh ketika itu. Priok yang diperdagangkan itu ditempatkan di tepi Kali Tirem. Untuk pengamannya para pedagang mempercayakan kepada seorang penghulu, atau kepala kampung bernama Aki Tirem . Tempat kediamannya ini dikemudian hari dikenal sebagai Kampung Warakas. Warakas berasal dari bahasa Kawi yang berarti aki.
Lalu apa arti Koja, tempat bentrokan berdarah saat terjadi sengketa makam Mbak Priuk? Koja adalah sebutan untuk para imigran yang datang dari Malabar. Saat pelabuhan Tanjung Priok rupanya ada warga India (Koja) yang tinggal di sini hingga menjadi nama tempat sampai sekarang. Para imigran dari India itu juga banyak yang tinggal di Kampung Pekojan, Jakarta Barat, yang kini menjadi kampung Arab. Sampai sekarang di Pekojan masih terdapat Jl Koja.
Setidaknya ada dua peninggalan bersejarah imigran India yang sampai saat ini berdiri dengan kokoh di sekitar kawasan Pekojan (Angke). Yaitu berupa dua buah masjid yang telah berusia ratusan tahun. Pertama, Masjid Al-Anshor di Jalan Pengukiran II, yang mereka bangun tahun 1648. Kedua, Masjid Kampung Baru di Jalan Bandengan Selatan 34, Jakarta Barat. Di masjid yang dilestarikan ini pada tiap hari raya Idul Fitri mereka datang untuk mengingat kakek-kakek mereka. Sekarang warga India berbondong-bondong pindah ke Pasar Baru dan Pintu Air. Kini banyak yang berdiam di Sunter hingga tempat ini dijuluki Little India seperti di Singapura.
Ketika Bandar Sunda Kalapa pindah ke Priok, banyak perusahaan Barat di Kali Besar merasa khawatir karena jauhnya letak pelabuhan baru. Hingga akhirnya pemerintah Belanda membangun jalur kereta api dari Tanjung Priok ke Weltevreden dan Priok – Jakarta Kota (1885). Dengan dibukanya Terusan Suez (1870) dan dimulainya pelayaran dengan kapal uap, banyak warga Eropa termasuk penanam modal datang ke Batavia. Sebelum tiba di Weltevreden, permukiman baru yang dibangun Gubernur Jenderal Daendels mereka terlebih dulu singgah di Priok. Di Stasion KA Priok dibangun sebuah hotel agar bila tiba malam hari bisa bermalam di penginapan itu.
Dengan makin dikembangkannya pelabuhan, Koja semakin banyak didatangi orang. Di Koja, perusahaan pelayaran KPM (Koninklijke Paketvaard Maatchappij), setelah merdeka menjadi Pelni membangun rumah sakit Koja yang hingga kini masih menjadi rumah sakit rujukan di Priok. Perusahaan pelayaran terbesar di dunia ini (1923), juga membangun RS KPM di Jati Petamburan yang kini menjadi RS Pelni. KPM mendapat julukan perusahaan pelayaran terbesar di dunia, karena pada 1891 armadanya yang berjumlah 136 buah melintasi hampir seluruh kota besar di dunia.  as

(-)
Index Koran

22 April 2010 - Posted by | Nostalgia Jakarta |

2 Komentar »

  1. Artikel bagus….

    salam

    Info dari kawan : “Bro,loe mau blog loe kebanjiran pengunjung kaga?”

    Komentar oleh Thomas | 22 April 2010 | Balas

  2. baru tahu saya sejarahnya, nice info

    Komentar oleh tendagan bebas | 22 April 2010 | Balas


Tinggalkan komentar