ARS's Info.

(Information: Tourism, Family, Lifestyle, Entertainment, Healt, etc.)

Stroke!

Kuncinya memenangkan ‘perang’ dalam periode emas.

Mendengar kata stroke, sebagian orang langsung terbayang kepeloan bicara atau paling tidak kekakuan gerak. Padahal, sejatinya itu bukanlah stroke. Itu hanya gejala sisa dari serangan stroke.
Lalu, apa sebetulnya stroke? Dr Muhammad Kurniawan SpS menjelaskan stroke merupakan gangguan pada pembuluh darah otak yang menyebabkan munculnya gejala neurologis. ”Baik yang bersifat global yakni berupa penurunan kesadaran ataupun gejala fokal seperti kelumpuhan.”
Stroke timbul mendadak. Serangannya dapat memberat bahkan menimbulkan kematian. ”Stroke bisa berlangsung selama lebih dari 24 jam,” ungkap Kurniawan.
Stroke sampai sekarang masih menjadi penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia. Ia juga bertengger di urutan teratas penyebab kecacatan permanen. ”Data WHO memperlihatkan tiap 3 detik tejadi 1 kasus stroke baru dan tiap menit 6 orang meninggal akibat stroke,” kata dokter spesialis saraf ini.
Dipilah berdasarkan jenisnya, stroke terbagi dua yakni iskemik dan hemoragik atau pecah pembuluh darah otak. ”Yang paling sering terjadi, stroke iskemik yang diakibatkan oleh penyumbatan pembuluh darah otak,” urai Kurniawan dalam acara Klinik KBR 68H, Selasa (2/3) di Jakarta.
Siapa saja yang rawan terkena stroke? Mereka yang memiliki garis keturunan penderita stroke orang tua atau saudara kandung, misalnya harus lebih berhati-hati. ”Begitu juga orang-orang yang hipertensi (darah tinggi), diabetes (kencing manis), kolesterol tinggi, perokok, dan peminum alkohol,” papar Kurniawan seraya mengimbau masyarakat untuk mengendalikan faktor risiko ini.
Periode emas
Stroke merupakan gejala gangguan saraf. Saat gempurannya datang, orang yang terkena punya waktu kurang 4,5 jam untuk ‘memenangkan’ perang dengan stroke. ”Inilah periode emasnya,” imbuh Kurniawan.
Disebut periode emas lantaran dapat memperbesar peluang untuk menghindari kecacatan dan kematian ada pada 4,5 jam pertama pasca stroke. Hanya saja, kebanyakan orang justru dibawa ke rumah sakit setelah beberapa hari kemudian. ”Obat stroke harus diberikan saat golden period ini,” tutur Kurniawan.
Obat stroke tersebut bekerja sebagai penghancur sumbatan (trombolisis). Pemberian trombolisis juga harus disusul dengan pemberian obat pencegah berulangnya stroke. ”Obat yang dikenal dengan nama antitrombotik ini mesti dikonsumsi seumur hidup,” jelas Kurniawan.
Stroke atau bukan?
Stroke dapat terjadi di berbagai belahan otak, sistem saraf pusat. Alhasil, efek serangannya sangat tergantung pada pembuluh darah sebelah mana yang tersumbat atau pecah. ”Stroke dapat memorandakan pusat kesadaran, motorik, sensorik, keseimbangan, dan kognitif,” kata Kurniawan.
Begitu banyaknya fungsi otak membuat gejala stroke juga amat bervariasi. Stroke bisa menimbulkan gejala kelumpuhan sebelah badan, gangguan penglihatan, keseimbangan, dan memori. ”Gejala lain, baal (kesemutan) sebelah badan dan gangguan dalam bahasa seperti tidak mengerti pembicaraan atau mengerti namun tidak dapat bicara,” cetus dokter dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini.
Bisa juga terjadi kelumpuhan otot wajah. Pemunculan stroke pada bagian ini ditandai dengan mulut mencong dan bicara pelo akibat lumpuh otot lidah. ”Penderitanya ada pula yang tidak dapat menelan karena kelumpuhan otot menelan,” urai Kurniawan.
Gejala-gejala tersebut belum tentu membuat seseorang positif dinyatakan stroke. Terlebih, jika sebelumnya ada gangguan kesehatan terkait bagian tubuh tadi. ”Yang khas pada stroke adalah gejala-gejala ini muncul mendadak tanpa ada kelainan apa pun yang dialami pasien,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Cara apa yang biasa dipakai untuk deteksi dini? Kurniawan menyebutkan tes FAST (Face-Arm-Speech Test). Dengan tes ini, perhatikan apakah wajah menjadi tidak simetris (mencong), apakah ada kelemahan atau kelumpuhan lengan dan tungkai serta gangguan dalam bahasa atau berbicara yang muncul tiba-tiba. ”Jika ada, maka waspadai terjadi serangan stroke.” n
Menghindari Depresi

Stroke bukan penyakit ringan. Selain memukul mental, stroke juga menguras anggaran rumah tangga. ”Tetapi, pendamping penyandang stroke harus terus memotivasi,” saran Dr Muhammad Kurniawan SpS.
Bagaimana caranya? Kurniawan menjelaskan begitu keluar dari rumah sakit, pasien stroke resmi dinyatakan sembuh. ”Yakinkan mereka sudah sepenuhnya sembuh dan tinggal mengatasi gejala sisa yang masih harus terus diterapi.”
Stroke tidak meruntuhkan dunia seseorang. Namun, bukan berarti ujiannya sudah lewat. ”Agar stroke tidak kembali mengguncang, kontrol faktor risiko dan jangan lupa minum obat,” ungkap Kurniawan.
Perlu diingat, stroke merupakan penyebab ketidakberdayaan permanen (<I>permanent disabilities<I>) di dunia. Belakangan, banyak orang usia produktif yang terkena serangannya. ”Namun, gejala sisanya dapat diminimalkan dengan bantuan obat dan rehabilitasi dengan terapi fisik, wicara, dan okupasi,” ujar dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Persoalannya, meski telah minum obat antitrombotik dan menjalankan rehabilitasi, gejala sisa masih kerap terlihat. Itu membuat orang yang pernah mengalami stroke mengira dirinya sakit seumur hidup. Mereka kehilangan semangat karenanya. Untuk itu, keluarga dan lingkungan perlu memberi dukungan tanpa henti. ”Depresi mungkin saja muncul berbulan-bulan kemudian akibat kecacatan yang menetap dan proses penyembuhan yang lamban,” ucap Kurniawan.
Sementara itu, pada kondisi depresi sebagai akibat langsung stroke, sejak awal dokter biasanya akan memberian obat antidepresi. Tentunya, yang tak kalah penting ialah dukungan keluarga dan lingkungan. ”Kita harus memahami perubahan perilaku yang terjadi pada pasien adalah akibat dari stroke,” tutur dokter yang praktik di RS Kramat 126, Jakarta Pusat ini.
Keluarga, lanjut Kurniawan, dapat menunjukkan dukungan dengan beragam cara. Mengawasi konsumsi obat pencegah stroke, membantu mengontrol faktor risiko seperti dengan pola makan dan gaya hidup, contohnya. ”Juga dengan membantu menciptakan suasana produktif yakni tidak menganggap orang yang pernah stroke sebagai orang sakit seumur hidup,” imbuh Kurniawan.
Dukungan komunitas di klub stroke juga amat penting. Bersosialisasi dalam perhimpunan stroke, para penyandang gejala sisa stroke dapat saling berbagi. ”Klub pun dapat memberikan dukungan lewat aktivitas yang positif dan produktif,” tandas anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) ini.
Tetap Berdaya Pasca Stroke

Terserang stroke di usia 54 tahun, Kamel Kinaly terguncang secara mental. Ia merasa sehat dan rajin berolahraga. ”Saya tak punya penyakit jantung ataupun diabetes,” celetuknya.
Namun, Kamel luput memerhatikan kadar kolesterolnya yang memang tinggi. Pola makan yang berlebihan juga tak disangkanya dapat berdampak sedahsyat itu pada kesehatannya. ”Dulu, di kantor, tiap ada rapat tentu ada kudapan dan makanan berat yang enak-enak,” kenang pensiunan kepala Biro Pembangunan, Kepulauan Riau ini.
Kamel melahap sajian itu tanpa pikir panjang. Hingga akhirnya tubuhnya protes. ”Tiga belas tahun lalu saya kena serangan stroke yang pertama,” ujarnya.Dua tahun kemudian, stroke kedua datang menghantam. Kembali, tubuh sebelah kanan Kamel tak bisa digerakkan. ”Saya juga mengalami kerusakan di bagian otak yang mengatur emosi.”
Kamel menjadi gampang marah. Lain waktu, ia sedih tak menentu. ”Apa jadinya jika istri saya tidak mengerti itu imbas dari serangan stroke belasan tahun silam?” tanyanya retoris.Kamel memutuskan mundur dari jabatannya begitu stroke pertama muncul. Itu setelah ia empat bulan dirawat di rumah sakit. ”Tapi, hidup tidak berarti berakhir setelah stroke,” cetusnya.
Kamel mengikuti fisioterapi untuk mengembalikan fungsi geraknya. Ia juga menjaga konsumsi makanannya. ”Saya lebih memilih yang direbus, sedikit bergaram, dan tidak bersantan.”Kemal berpendapat dukungan keluarga sangat penting dalam mendukung kesembuhannya. Keluargalah yang mengurus dirinya selagi belum lancar bergerak. ”Mereka juga bisa memaklumi saat saya marah tanpa sebab yang jelas.”
Stroke telah mendesak Kamel untuk pensiun lebih awal. Tetapi, kini banyak hal positif yang bisa dikerjakannya. ”Membentuk Himpunan Peduli Stroke, salah satunya.”Berhimpun dengan sesama penyandang stroke menjauhkan Kamel dan kawan-kawan dari rasa frustrasi. Mereka saling membesarkan hati dan mencoba membantu satu sama lain. ”Kami ada di 12 rumah sakit di Jakarta.”
Sementara itu, dr M Kurniawan SpS optimistis penyandang stroke bisa kembali beraktivitas normal. Tetapi, tentu ada syaratnya. ”Lakukan terus rehabilitasi, minum obat pencegah berulangnya stroke, kontrol faktor risiko, dan komunikasikan gejala sisa pada orang di sekitar,” tandasnya.

Sumber:  Reiny Dwinanda (Republika)

20 Maret 2010 - Posted by | Tidak Dikategorikan | ,

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar