ARS's Info.

(Information: Tourism, Family, Lifestyle, Entertainment, Healt, etc.)

Cemburu

Cemburu atau Iri pada Anak?

Cemburu atau Iri pada Anak?

”Saya ibu rumah tangga dengan 2 anak perempuan yang manis dan patuh. Suami punya pekerjaan yang bagus, kami sudah menikah selama 10 tahun. Dia juga baik, bertanggung jawab, tidak pemarah, dan memberi saya keleluasaan untuk mengatur keuangan keluarga.

Orang di sekitar kami pasti menganggap kami keluarga ideal. Saya harusnya bahagia dan bersyukur. Tapi, masih ada ganjalan yang saya rasakan selama ini. Apakah saya seorang yang aneh?” demikian tulisan awal ibu Y, 37 tahun.

Saya ingat betul sejak kami berkenalan 11 tahun yang lalu sampai sekarang sudah menikah, ia tidak pernah bilang secara langsung bahwa dia cinta pada saya, tidak seperti yang saya perhatikan dilakukan ayah saya dulu pada ibu atau umumnya dilakukan para pria pada pasangannya, seperti yang ada di film-film.

Mula-mula saya kira karena dia pemalu. Dulu, waktu melamar saya saja, dia hanya bilang kalau dia serius mau mengajak saya menikah. Sudah. Memang sih, sampai sekarang saya lihat dia tak punya perhatian pada perempuan lain. Tapi, saya sering jadi uring-uringan sendiri, mengapa dia tak pernah menyatakan secara terus terang rasa cintanya pada saya.

Padahal saya selalu berbuat yang terbaik untuknya. Saya selalu memasakkan makanan kesukaannya, memilihkan pakaian yang pantas untuk dipakai ke kantor. Saya juga sering memberinya kejutan berupa hadiah kecil pada hari ulang tahun perkawinan kami. Dia sih kelihatan senang-senang saja, tapi ya itu kok paling banter hanya bilang, ”Makasih ya, Ma”.

Kalau saya minta pendapatnya apa saya pantas dengan baju yang saya pakai untuk pergi bersama dia, jawabannya juga pendek, ”Oh, bagus, kok.” Saya penginnya dia memuji saya atau malah bermanja-manja pada saya. Rasanya kurang berimbang gitu loh antara perlakuan saya ke dia dan dia ke saya.

Anehnya, kalau kepada anak-anak, dia kelihatan lebih akrab, tidak jaim-jaiman, sering dia bilang kalau dia bangga dengan nilai ulangan mereka, atau ”anak Papa ya cantik, dong”, di telepon terdengar dia bilang kangen seharian tidak ketemu kami, atau menunjukkan kegembiraannya bila bercanda dan saling meledek dengan mereka. Saya kadang bingung sendiri dengan perasaan saya, saya ini cemburu atau iri ya, tapi masak pada anak kandung sendiri merasa begitu? Mohon pencerahannya, Bu.

Cemburu atau iri

Dua kata ini memang sering digunakan secara tumpang tindih. Mari kita melihat bedanya. Dalam Psychology Today edisi Agustus 2009, Richard Smith mengatakan bahwa cemburu adalah suatu emosi yang sangat menyakitkan bagi yang merasakannya. Cemburu muncul bila suatu hubungan dihambat atau digagalkan oleh adanya saingan yang mengancam akan mengambil alih sesuatu yang dipandang merupakan milik kita sepenuhnya.

Sementara rasa iri berasal dari fakta dasar bahwa begitu banyak kesia-siaan hidup yang timbul dari cara kita membandingkan diri dengan orang lain. Rasa iri muncul bila melihat orang lain mempunyai beberapa ciri atau sesuatu yang kita inginkan, dan biasanya bergabung dengan perasaan tak puas, rendah diri dan frustrasi, atau mungkin juga bercampur dengan kejengkelan.

Dari penjelasan di atas, ibu dapat merenungkan kembali apakah itu yang ibu rasakan dalam memerhatikan tindak-tanduk suami kepada anak-anak. Menurut saya, ibu tidak menganggap anak-anak sebagai saingan bukan? Ada atau tanpa anak-anak, suami akan tetap bersikap dan berperilaku sama terhadap ibu.

Kemudian, ibu juga sama-sama saling menyayangi anak-anak dan tidak melihat mereka sebagai sosok pembanding yang punya ciri yang ibu inginkan. Mungkin ibu justru lega dan senang melihat keakraban hubungan antara ayah dan anak, serta dapat mengurangi keraguan apakah suami kurang peduli pada anggota keluarganya sendiri.

Tidak ekspresif/romantis

Dari cerita ibu, sebenarnya tak ada tingkah laku lain yang kurang terpuji dari pasangan dalam perannya sebagai ayah maupun suami. Hal itu sebenarnya sudah membuktikan secara jelas betapa ia sayang dan peduli pada ibu sekeluarga. Hanya, ia memang sulit (tidak terbiasa) mengucapkan kata cinta atau pujian secara langsung kepada ibu, sebagai sesama orang dewasa.

Banyak laki-laki dalam budaya kita tidak terbiasa untuk mengekspresikan perasaan terdalamnya kepada orang lain. Mungkin memang berbeda dengan pengalaman di keluarga asal ibu yang lebih spontan. Ibu juga tipe seorang yang romantis, tidak demikian dengan suami. Hal-hal yang ibu tonton dalam film, sesuatu yang sering berlebihan ditampilkannya, makin menambah ketidakpuasan akan tindakan suami yang satu ini.

Jika dengan anak, dia lebih ekspresif mengutarakan perasaan sayangnya, secara logika memang lebih mudah karena mereka adalah buah dari kasih Anda berdua dan mereka masih kecil. Justru suami mampu menampilkan naluri kebapakannya dengan baik.

Cegah Saling Berhitung

Hal lain yang penting juga diperhatikan dalam membina hubungan perkawinan adalah tidak saling menghitung atau membandingkan apa yang telah kita peroleh dan telah kita berikan kepada pasangan. Jika itu dilakukan, justru dapat memperuncing masalah dan menambah ketidakpuasan.

Kita perlu melatih untuk memberikan secara tulus apa pun yang dapat kita berikan, sesuai dengan pribadi kita, kepada pasangan dan tidak menuntut adanya balasan yang ”sama” persis dengan yang telah kita berikan kepadanya. Kita hanya dapat berupaya agar keinginan kita bisa lebih tercapai. Dalam hal ini, apakah ibu sudah mengupayakan menyampaikan pesan kepada suami bahwa ibu juga senang dikatakan cantik atau pintar tanpa menyalahkan dia? Salam bahagia.

Kompas

16 Maret 2010 - Posted by | Gaya Hidup |

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar