ARS's Info.

(Information: Tourism, Family, Lifestyle, Entertainment, Healt, etc.)

GAMBANG KROMONG


Sebutan Gambang Kromong di ambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah ( sepuluh “pencon” ).

Orkes Gambang Kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur priburni dengan unsur Cina. Secara fisik unsur Cina tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong, sedangkan alat musik lainnya yaitu gambang, kromong, gendang, kecrek dan gong merupakan unsur pribumi. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Disamping lagu-lagu yang menunjukan sifat pribumi seperti Jali-jali, Surilang, Persi, Balobalo, Lenggang-lenggang kangkung, Onde-onde, Gelatik ngunguk dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Cina, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya seperti Kong Jilok, Sipatmo, Phe Pantaw Citnosa, Macuntay, Cutaypan dan sebagainya. Sebutan untuk tangga nadanya pun berasal dari bahasa Cina yaitu Syang atau Hsyang, Ceh atau Tse, Kong, Oh, atau Ho, Uh Lio atau Liu dan Suh.

Menurut tulisan Phoa Kian Sioe dalam majalah Panca Warna No. 9 tahun 1949 berjudul “Orkes Gambang, Hasil kesenian Tioanghoa Peranakan di Jakarta.” Orkes Gambang kromong merupakan perkembangan dari orkes Yang Khim yang terdiri atas Yang-Khim, Sukong, Hosiang, Thehian, Kongahian, Sambian, Suling, Pan ( kecrek ) dan Ningnong. Oleh karena Yang-Khim sulit diperoleh, maka digantilah dengan gambang yang larasnya di sesuaikan dengan notasi yang di ciptakan oleh orang-orang Hokkian. Sukong, tehian dan kongahian ticlak begitu sulit untuk dibuat disini. Sedangkan Sambian dan Hosiang di tiadakan tanpa terlalu banyak mengurangi nilai penyajiannya.

Orkes Gambang yang semula digemari oleh kaum peranakan Cina saja, lama kelamaan di gemari pula oleh golongan pribumi, karena berlangsungnya proses perbauran.

Sekitar tahun 1880 atas usaha Tan Wangwe dengan dukungan Bek (Wijkmeester) Pasar Senen Teng Tjoe, orkes gambang mulai dilengkapi dengan Kromong, Kempul, Gendang dan Gong. Lagu-lagunya ditambah dengan lagu-lagu Sunda populer, sebagaimana ditulis oleh Phoa Kian Sioe sebagai berikut : “Pertjobaan wijk meester Teng Tjoe telah berhasil, lagoe-lagoe gambang ditaboeh dengan tarnbahan alat terseboet diatas membikin tambah goembira Tjio Kek dan pendenger-pendengernya. Dan moelai itoe waktoe lagoe-lagoe Soenda banyak dipake oleh orkes gambang. Djoega orang, moelai brani pasang slendang boeat “mengibing”.

Sejak itulah dikenal nama orkes Gambang Kromong. Bila pada masa lalu popularitas orkes gambang kromong umumnya hanya terbatas dalam lingkungan masyarakat keturunan Cina dan masyarakat yang langsung atau tidak langsung banyak menyerap pengaruh kebudayaannya, pada perkembangan kemudian, penggemarnya semakin luas. Lebih-lebih pada tahun tujuh puluhan. Berbagai faktor yang menyebabkan diantaranya karena mulai banyak seniman musik pop yang ikut terjun berkecimpung didalamnya seperti Benyamin. S pada masa hidupnya, Ida Royani, Lilis Suryani, Herlina Effendi dan lain-lain.

Gambang kromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun didaerah sekitarnya, lebih banyak penduduk keturunan Cina dalam masyarakat Betawi setempat, lebih banyak pula terdapat grup-grup orkes Gambang Kromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat misaInya, lebih banyak jumlah grup gambang kromong dibandingkan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Dewasa ini terdapat istilah “gambang kromong asli” dan “gambang kromong kombinasi”. Sebagaimana tampak pada namanya “Gambang Kromong Kombinasi”, ialah orkes gambang kromong yang alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern yang kadang-kadang elektronis, seperti gitar melodi, bass, gitar, organ, saxopone. drum dan sebagainya. Disini berlangsung perubahan dari laras pentatonis menjadi diatonis tanpa terasa mengganggu. Dengan penambahan alat musik itu warna suara gambang kromong masih tetap terdengar, serta masuknya lagu-lagu pop berlangsung secara wajar, tidak dipaksakan. Terutama bagi generasi muda tampaknya gambang kromong kombinasi lebih komunikatif, sekalipun kadang-kadang ada kecenderungan tersisihnya suara alat-alat gambang kromong asli oleh alat musik elektronis yang semakin dominan.

Rombongan-rombongan gambang keromong asli pada umumnya dimiliki dan dipimpin oleh golongan pribumi yang ekonomi lemah, seperti rombongan “Setia Hati” pimpinan Arnsar di Bendungan Jago, rombongan “Putra Cijantung” pimpinan Marta (dahulu dipimpin oleh Nyaat yang sekarang telah meninggal), rombongan “Garuda PAW pimpinan Samad Modo di Pekayon, Gandaria. Sedang gambang kromong kombinasi pada umumnya dimiliki oleh golongan yang ekonomi relatif kuat, seperti rombongan “Naga Mas” pimpinan Bhu Thian Hay (almarhum), “Naga Mustika” pimpinan Suryahanda, “Selendang Delima” pimpinan Liern Thian Po dan sebagainya. (Babe online, 27062005)

11 Februari 2010 - Posted by | Budaya Betawi |

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar